Masih cerita
tentang curhatan saya di perantauan Jakarta. Semenjak perpisahan saya dengan
Njanges, sepeda motor kesayangan saya. Otomatis mobilitas saya sehari-hari
menjadi terbatas. Tidak seperti saat didesa dulu, dimana jika saya sedang
suntuk dirumah atau sedang ada keperluan mendadak, si Njanges selalu standby
dan setia melayani nafsu kelayapan saya.
Njanges,
sepeda motor yang saya beli tahun 2010 silam. Saya beli kredit dengan uang DP dari
hasil jerih payah saya bekerja dipabrik selama setahun. Hingga,
akhirnya terlunaskan setelah dua tahun bekerja di perusahaan retail nasional
dan ditambah dengan setahun perjuangan bekerja di sekolahan. Selama tiga tahun
itulah si Njanges sudah menemani saya kemana-mana. Dari cerita suka maupun
duka, bahkan sampai cerita kecelakaan menyenangkan mengerikanpun pernah saya alami dengan si
Njanges ini, selengkapnya akan saya ceritakan dilain kesempatan. Jadi, bukan
tidak mungkin kenangan bersama Njanges begitu membekas sampai saya tiba
diperantauan.
Beberapa
hari tidak kelayapan dan hanya menjalani rutinitas yang itu-itu saja, bangun
pagi lalu berangkat kerja nebeng temen, kerja sampai sore terus pulang nebeng
temen, sampai dikost tidur sampai pagi dan berulang setiap hari, kecuali hari
Sabtu dan Minggu atau libur toko kantor tutup. Kadang sebegai seorang nebenger ada rasa ewuh pakewuh
juga, apalagi saya ini orang yang tergolong ndablek, lha saya gak pernah mbensini
mertamaxi, hehe sorry mas. Dan rutinitas tersebut terkadang membuat saya hampir tidak
kuat iman, hayah. Skip. Dasar saya orangnya juga suka
nekat, mau gak mau saya harus setrong menghadapi semua ini. Hingga
saya berpikir saya ini sepertinya kurang refreshing, sampai-sampai badan kurus
kering seperti orang kurang gizi, ahahaha sejak dulu kalee. Yang jelas saya
makin mantap kalau ternyata uripku kurang piknik!
0 Response to "Uripku Kurang Piknik"
Posting Komentar